I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus) merupakan salah satu jenis ikan yang cukup populer di masyarakat. Ikan ini berasal dari Thailand dan pertama kali didatangkan ke Indonesia pada tahun 1972 oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor. Patin siam termasuk ikan berkumis (catfish). Nama patin siam disetiap tempat dan negara berbeda – beda. Di negara asalnya, patin siam bernama Pla Sawai. Di Malaysia ikan patin siam disebut ikan lawang, martinus, dan tikol. Di Vietnam disebut Ca Tre Yu. Di Kamboja disebut Trey Pra. Dalam Bahasa Inggris, Patin Siam disebut Catfish, River Catfish, atau Striped Catfish. Di Indonesia selain dinamakan ikan patin disebut juga jambal siam, atau lele bangkok atau sius (Jawa), dan ikan juara (Sumatra dan Kalimantan).
Akan tetapi sampai sejauh ini masih sedikit orang yang membudidayakan ikan patin secara komersil, baik dalam pembenihan, pendederan, maupun pembesarannya, sehingga permintaan pasar belum dapat terpenuhi. Salah satu faktor penyebabnya adalah masih terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang bergerak dalam bidang usaha budidaya ikan patin.
Pembenihan ikan patin (Pangasius hypophthalmus) merupakan salah satu tahap pada proses budidaya ikan patin. Tahapan ini dikatakan tahapan yang rentan terhadap kematian sebelum benih ikan patin siap untuk dibesarkan menjadi ikan konsumsi, apabila pada tahap ini mengalami kegagalan, produksi benih ikan patin tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Walaupun permintaan di tingkat pasaran lokal akan ikan patin dan ikan air tawar lainnya selalu mengalami pasang surut, namun dilihat dari jumlah hasil penjualan secara rata – rata selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dengan melihat kondisi ini maka kegiatan pembenihan ikan patin siam sangat perlu dikembangkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus)
2.1.1. Taksonomi Ikan Patin Siam
Ikan patin piam (Pangasius hypophthalmus) dapat diklasifikasikan ke dalam Phylum: Chordata; Class: Pisces; Ordo: Ostariophysi; Subordo: Siluroidea; Famili: Pangasidae; Genus: Pangasius; Spesies: Pangasius hypophthalmus; Nama Inggris: Catfish; Nama Lokal: Patin Siam.
2.1.2. Morfologi Ikan Patin Siam
Ikan patin tidak bersisik (bertubuh licin) memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru – biruan, panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm, kepala relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah (sub-terminal) dengan dua pasang kumis di sudut mulutnya yang berfungsi sebagai peraba.
Pada bagian punggung terdapat sirip yang dilengkapi dengan 7 – 8 buah jari – jari. Sebuah jari – jari bersifat keras yang dapat berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar di belakangnya. Sementara jari – jari lunak sirip punggung terdapat 6 atau 7 buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak yang berukuran kecil. Sirip ekornya membentuk cagak dan bentuknya simetris, Sirip duburnya panjang terdiri dari 30 sampai 33 jari – jari lemak, sedangkan sirip perutnya memiliki 6 jari – jari lunak. Sirip dada memiliki 12 sampai 13 jari – jari lunak dan sebuah jari – jari keras yang berubah menjadi senjata yaitu patil.
2.1.3. Siklus Hidup
Ikan patin di alam bebas biasanya sembunyi di dalam liang – liang di tepi sungai atau kali dan menetap di dasar perairan (domersal). Ikan ini baru keluar dari liang pada malam hari (nocturnal).Di alam ikan patin bersifat karnivora, tetapi di tempat pemeliharaan (budidaya) bersifat omnivora (pemakan segala).
2.1.4. Tingkah Laku
Ikan patin sangat toleran terhadap derajat keasaman (pH) air, artinya ikan patin ini dapat bertahan hidup baik pada kisaran pH 5 – 9, kandungan O2 terlarut yang dibutuhkan berkisar antara 3 – 6 ppm, CO2 yang bisa ditoleran berkisar antara 9 – 20 ppm, alkalinitasnya antara 80 – 250, suhu air media pemeliharaan yang optimal berkisar antara 28 – 300 C.
2.2. Teknik Pembenihan
2.2.1. Persiapan Wadah Pembenihan
Sebelum menyiapkan unit pembenihan, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar kegiatan pembenihan dapat berjalan dan berfungsi sesuai dengan yang diharapkan. Pertama, air yang digunakan harus bersih, jernih, dan mengalir terus – menerus guna menyuplai oksigen serta menggerakkan telur yang sedang ditetaskan. Kedua, suhu udara dan suhu air di unit pembenihan harus stabil tidak berfluktuas. Bagian – bagian unit pembenihan diantaranya ruang tertutup, listrik, air bersih, bak filter, bak penampungan air bersih, water turn, pompa isap, tempat penampungan larva, tempat pemeliharaan benih, blower, dan kolam induk.
2.2.2. Seleksi Induk Matang Gonad
Induk ikan patin yang akan dipijahkan diseleksi terlebih dahulu. Induk merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha pembenihan. Induk yang baik dan sehat akan menghasilkan benih yang baik pula.
Ciri – ciri induk patin yang telah matang gonad sebagai berikut:
a. Induk betina
Untuk induk betina yang sudah matang gonad yaitu umur kurang lebih 3 tahun, berat minimal 1,5 – 2 kg/ekor, perut membesar ke arah anus, perut terasa empuk dan halus saat diraba, kloaka membengkak dan berwarna merah tua, kulit di bagian perut lembek dan tipis, keluar beberapa butir telur berbentuk bundar dan berukuran seragam jika bagian sekitar kloaka ditekan.
b. Induk jantan
Untuk induk jantan yang sudah matang gonad yaitu umur minimal 2 tahun, berat 1,5 – 2 kg/ekor, kulit perut lembek dan tipis, alat kelamin membengkak dan berwarna merah tua, keluar cairan sperma berwarna putih jika perut diurut ke arah anus.
2.2.3. Pemijahan
Dikarenakan ikan patin sulit untuk memijah di kolam atau di wadah pemeliharaan dan termasuk ikan yang kawin musiman biasanya pada musim hujan (Bulan November – Maret), maka kebanyakan petani atau pengusaha untuk memijahkan ikan ini dengan melakukan kawin suntik (induced breeding) dan selama ini belum ada orang yang berhasil memanipulasi lingkungan untuk membujuk patin mau memijah secara alami.
Kawin suntik (Induced breeding) dapat dilakukan dengan menggunakan kelenjar hipofisa ikan lain, seperti ikan mas dan ikan lele, dapat juga dilakukan dengan menggunakan kelenjar yang mengandung hormon gonadotropin, yang dikenal dengan nama ovaprim.
a. Menggunakan kelenjar hipofisa ikan mas
Urutan pekerjaan yang dilakukan jika menggunakan kelenjar hipofisa sebagai berikut :
1. Siapkan donor, jika induk betina yang akan disuntik memiliki berat 3 kg dan induk jantan 3 kg, donor ikan mas untuk induk betina seberat 9 kg dan untuk induk jantan 6 kg.
2. Potonglah secara vertikal kepala dari badannya.
3. Sayatlah kepala ikan tersebut secara horizontal tepat di bawah mata ke arah belakang (kepala).
4. Buanglah sayatannya sehingga terlihat otak ikan itu, buanglah otaknya dan dibersihkan, sehingga akan tampak butiran putih seperti beras (kelenjar hipofisa).
5. Kelenjar hipofisa diambil dengan pinset dan dihancurkan dengan gelas penggerus sampai halus, Kemudian tambahkan air aquades sebanyak 2,5 ml untuk memudahkan penyuntikan.
6. Larutan kelenjar disedot dengan spuit. Penyuntikan dapat dilakukan secara intramuscular (di dalam daging atau otot) di belakang pangkal sirip punggung dengan menggunakan jarum suntik berukuran 0,12 mm.
b. Menggunakan ovaprim
Urutan pekerjaan yang dilakukan jika menggunakan kelenjar ovaprim sebagai berikut :
1. Induk ikan jantan dan betina ditimbang dulu untuk mengetahui dosis ovaprim yang akan diberikan.
2. Untuk induk jantan diperlukan ovaprim sebanyak 0,3 ml/kg dan induk betina sebanyak 0,5 – 0,9 ml/kg.
3. Penyuntikan pada induk betina dilakukan sebanyak dua kali. Dosis penyuntikan pertama sebanyak 1/3 bagian total dosis, dan dosis penyuntikan kedua sebanyak 2/3 bagian total dosis. Penyuntikan kedua dilakukan 8 – 10 jam setelah penyuntikan pertama.
4. Penyuntikan induk jantan dilakukan sekali bersamaan dengan penyuntikan kedua induk betina.
5. Untuk menghindari induk betina berontak saat penyuntikan dilakukan dua orang. Satu orang bertugas memegang jarum untuk menyuntikan, satu orang lagi bertugas memegang ikan yang akan disuntik.
6. Penyuntikkan dilakukan secara intramuscular (di dalam daging) dibelakang sirip punggung dengan memasukan jarum sedalam kurang lebih 2 cm dengan kemiringan 45o.
Induk – induk patin yang telah disuntik selanjutnya disimpan ke dalam bak dengan air yang mengalir.
2.2.4. Stripping dan Pembuahan
Ovulasi adalah puncak kematangan gonad. Telur yang telah matang gonad harus dikeluarkan dengan cara mengurut (stripping) bagian perut induk patin betina, kemudian ditampung dalam wadah yang kering. Selanjutnya mengeluarkan sperma dari induk jantan dan diteteskan ke dalam wadah yang berisi telur, kemudian diaduk dengan bulu ayam selama 0,5 – 1 menit. Untuk meningkatkan fertilisasi, pengadukan dilakukan selama kurang lebih 2 menit. Kemudian lakukan pembilasan telur selama 2 – 3 kali dengan menambahkan dan membuang air secara berulang – ulang. Telur – telur yang telah dibuahi akan mengalami pengembangan, ukuran telur terlihat besar serta berwarna kuning penuh.
2.2.5. Penetasan Telur
Telur – telur ikan patin yang akan ditetaskan dituangkan ke dalam corong penetasan yang telah diatur debit airnya supaya telur tidak mengendap di dasar corong, lalu disebarkan dengan menggunakan bulu ayam. Kepadatan telur sebanyak 400 – 500 butir per liter air atau 10.000 – 20.000 butir per corong.
Aerasi yang cukup dapat menjamin kandungan oksigen terlarut serta kondisi suhu perlu diperhatikan agar proses penetasan telur dapat berjalan secara optimal. Pada suhu 29 – 300C, biasanya telur mulai menetas pada jam ke-18 dan menetas sempurna pada jam ke-24.
2.2.6. Pemeliharaan Larva
Setelah menetas menjadi larva, 10 – 12 jam kemudian larva mulai bergerak naik turun. Larva yang berumur 1 hari dapat dipindahkan ke wadah lain untuk pemeliharaan. Selama 2 hari larva masih memanfaatkan kuning telur (yolk sack) pada tubuhnya. Bekal kuning telur mulai habis ketika memasuki hari ke-3, sehingga harus diberi suspensi kuning telur ayam yang direbus dan makanan alami berupa kutu air (Moina), artemia, rotifera, dan jentik – jentik nyamuk. Pada hari ke-5, larva sudah dapat diberikan pakan berupa tepung hati dan pada hari ke-10 larva sudah dapat diberikan cincangan cacing sutera (tubifex) atau daging ikan yang telah digiling. Pemberian pakan pada saat usia larva adalah secara ad libitum (secukupnya). Pekerjaan pokok perawatan larva adalah membersihkan cangkang dan telur busuk serta mempertahankan konsentrasi oksigen pada suhu yang sesuai dengan kebutuhan larva.
Hal pokok yang harus diketahui pada saat telur sudah menetas adalah mengganti media (air) pemeliharaan dengan air yang kualitasnya baik (bersih, temperatur, dan pH yang sama dengan media penetasan), baik dengan cara pemindahan larva ke wadah yang lain ataupun dengan cara penyiponan (pergantian air tanpa memindahkan wadah).
Pemeliharaan larva atau benih di akuarium dapat dilakukan sampai umur minimal 10 – 14 hari sebelum dipindahkan ke dalam bak pendederan. Sedangkan pemindahan benih dari bak ke kolam biasanya dilakukan setelah pemeliharaan 3 – 4 minggu. Pertimbangan pemindahan pemeliharaan dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
2.2.7. Pemeliharaan Benih
Pemeliharaan benih dilakukan setelah tahap perawatan larva yaitu saat benih patin berumur 3 hari atau lebih. Untuk memudahkan pemeliharaan benih patin dibatasi sampai ikan mencapai ukuran 2 gr per ekor (Tabel lama penetasan telur dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Lama penetasan telur
Suhu Air (Âșc) Lama Penetasan (Jam) Keterangan
27 24 Larva agak lemah, daya tetas relatif lebih rendah
28 20 – 22 Larva Normal
29 18 – 19 Larva Normal
30 16 – 17 Larva Normal
31 15 – 16 Larva Normal
32 14 – 15 Larva agak lemah, daya tetas relatif lebih rendah
Benih dipindahkan ke dalam wadah pemeliharaan baik berupa akuarium atau fiber glass persegi dengan kepadatan yang ideal kurang lebih 300 – 500 ekor. Pemeliharaan yang dilakukan selama 15 hari dapat menghasilkan benih ikan dengan panjang 2 – 3 cm.
2.3. Pengendalian Hama dan Penyakit
Penyakit merupakan salah satu faktor penyebab kegagalan usaha budidaya ikan patin. Namun, serangan hama biasanya tidaklah separah serangan penyakit. Usaha budidaya yang dilakukan secara intensif dapat dicirikan dengan semakin tingginya padat penebaran dan semakin banyaknya pakan yang diberikan. Masalahnya, air yang digunakan sebagai media hidup ikan patin akan mengalami pengotoran khususnya akibat metabolisme, keadaan seperti itulah yang membuka peluang tumbuh dan berkembangnya penyakit ikan.
2.3.1. Hama
Hama biasanya berukuran lebih besar dari ikan yang diserangnya. Jenis – jenis hama yang biasa menyerang ikan patin yaitu linsang (sero), biawak, ular air, kura – kura, dan burung. Cara pemberantasan yang paling efektif adalah secara mekanis atau membunuhnya langsung jika hama tersebut ditemukan di lokasi budidaya. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan memasang perangkap, terutama bagi hama – hama tertentu, atau dengan memasang umpan yang telah diberikan racun.
Pencegahan yang paling aman adalah dengan membersihkan areal kolam dari semak – semak atau rumput yang menjadi sarang hama atau dengan melokalisir seluruh areal kolam dengan pagar tembok atau beton sehingga hama tidak dapat masuk ke lokasi budidaya.
2.3.2. Penyakit
Keracunan dan kekurangan gizi adalah contoh penyakit non–infeksi yang dapat ditemukan pada budidaya ikan patin. Penyebab keracunan yaitu pemberian pakan yang kualitasnya kurang baik atau terjadi pencemaran media (air) budidaya akibat tumpukan bahan organik atau sampah yang membusuk. Kekurangan gizi umumnya disebabkan pemberian pakan tambahan yang kurang bermutu (Khairuman dan Sudenda, 2002).
Penanggulangannya adalah dengan memastikan kebersihan lingkungan budidaya, termasuk air sebagai media budidaya itu sendiri, juga memastikan pakan yang diberikan memiliki kandungan gizi yang tinggi dan jumlah yang cukup.
a. Parasit
Parasit yang sering menyerang benih ikan yang berukuran sedang adalah penyakit bintik putih (White spot) yang disebabkan oleh Ichthyopthirius, Trichodina, Chilodonella, dan Tetrahymena. Infeksi parasit ini ditularkan melalui hubungan langsung antara ikan yang sakit dan ikan yang sehat atau oleh penetrasi air kolam yang tercemar bibit atau induk parasit.
Parasit ini sering dijumpai secara berkelompok dilapisan lendir kulit, sirip dan lapisan insang. Gejala serangannya dapat dicirikan dengan adanya bintik – bintik putih dibagian – bagian tubuh tersebut di atas, dan ikan berenang tidak normal.
Untuk mencegahnya yaitu dengan mengatur pola makan dan menghindarkan kontak antara benih ikan dan induk ikan yang terinfeksi. Jumlah dan jenis makanan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ikan. tindakan lain yaitu dengan melakukan pengapuran dan pencucian kolam dengan formalin.
b. Bakteri
Penyakit bakteri yang menyerang ikan patin adalah Aeromonas sp. Penyakit ini menyerang bagian perut, dada dan pangkal sirip yang disertai dengan pendarahan. Jika serangannya parah maka ikan dimusnahkan dan jika belum parah maka ikan direndam dalam larutan PK (Kalium Permanganat) sebanyak 10 – 20 ppm selama 30 – 60 menit. Cara pengobatan lain yang dapat dilakukan adalah dengan merendam air ke dalam larutan Oksitetrasiklin sebanyak 5 ppm selama 24 jam. Selain itu dapat dilakukan juga cara mencampurkan obat – obatan ke dalam makanan. Obat – obatan yang digunakan adalah Chloromycetin sebanyak 1 – 2 gram untuk setiap 1 kg makanan.
c. Jamur
Ciri – ciri ikan patin yang terserang jamur adanya luka dibagian tubuhnya, terutama ditutup insang, sirip, dan bagian punggung. Bagian – bagian itu ditumbuhi benang – benang halus seperti kapas berwarna putih hingga kecoklatan. Jamur yang sering menyerang adalah dari golongan Achlya sp dan Saprolegnia sp (Khairuman dan Sudenda, 2002). Ikan yang terserang jamur ini sebaiknya direndam ke dalam larutan kalium permangat (PK) 10 ppm (100 mg/l).
2.4. Pemanenan
Apabila benih sudah mencapai ukuran 1 – 2 cm sampai mencapai 5 – 8 cm atau telah mempunyai berat 2 gr/ekor maka benih dapat langsung dipanen total dan didederkan di tempat lain. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan seser halus secara hati – hati untuk menghindari terjadinya stress dan dapat menyebabkan kematian pada benih. Benih yang ditangkap dikumpulkan dalam wadah penampung sebelum dilakukan seleksi .
mas ada dapusnya ga mas? @iwangmolotov
BalasHapus